Fasilitas Kepabeanan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan kawasan dengan batasan geografis tertentu yang ditetapkan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi regional dan nasional melalui pemberian fasilitas dan insentif fiskal maupun nonfiskal. KEK didesain agar memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis, menjadi tempat berkembangnya industri, ekspor, impor, logistik, hingga pariwisata dan kesehatan, yang bertujuan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.

Dasar Hukum dan Tujuan Pengembangan KEK

Pengembangan KEK dilandasi oleh sejumlah regulasi, di antaranya:
  • UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus,
  • PP No. 40 Tahun 2021, serta
  • PMK No. 237/2020 jo. PMK No. 33/2021 terkait pengawasan dan pemanfaatan fasilitas kepabeanan dan perpajakan.

KEK dibentuk untuk mempercepat pemerataan pembangunan, menciptakan lapangan kerja, serta menjadi model terobosan pengembangan kawasan ekonomi berbasis investasi dan industri unggulan.

Fasilitas Kepabeanan dalam KEK

Pelaku usaha di KEK berhak mengakses berbagai fasilitas kepabeanan, baik dalam masa pembangunan maupun produksi, seperti:

Fasilitas Pembebasan
  • Barang Modal: Bebas Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), untuk peralatan, mesin industri, hingga mobil balap dan wahana rekreasi (khusus KEK pariwisata).
  • Barang Konsumsi: Bebas BM PDRI untuk bahan makanan dan produk habis pakai, dengan positive list dari Setjen Dewan Nasional KEK.
Fasilitas Penangguhan
  • Bahan Baku dan Penolong: Penangguhan BM dan PDRI untuk produksi industri dalam KEK.
  • Barang Logistik & Perdagangan: Penangguhan berlaku untuk barang dagangan maupun logistik yang nantinya digunakan, diolah, atau dijual di dalam KEK.

Pengaturan Pengeluaran dan Pemindahan Barang

Kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang di KEK diatur secara khusus, dengan beberapa skenario:
  • Pengeluaran ke LDP/TLDDP (Tempat Lain dalam Daerah Pabean): Wajib melunasi kewajiban bea masuk, cukai, dan/atau pajak, kecuali jika nilai kandungan lokal produk mencapai ≥ 40% maka bea masuk = 0%.
  • Pengeluaran ke Kawasan Berfasilitas: Mengikuti skema perpajakan dan bea yang berlaku di kawasan tujuan.
  • Perpindahan Antar Pelaku Usaha di KEK: Dapat dilakukan tanpa pelunasan bea dan pajak, selama sesuai dengan ketentuan PPKEK (Pemberitahuan Pabean KEK).

Sistem IT Inventory Terintegrasi

Semua pelaku usaha KEK wajib menggunakan sistem IT Inventory yang terintegrasi dengan INSW dan CEISA (sistem pelayanan kepabeanan nasional). Fungsinya untuk mencatat seluruh pemasukan, pengeluaran, serta posisi persediaan barang secara real time dan akuntabel.

Ini memastikan bahwa seluruh proses dapat diaudit oleh DJBC (Bea dan Cukai) dan DJP (Pajak), serta menjadi bagian penting dalam pengawasan fiskal di KEK.

Kawasan Pabean di KEK

Sesuai PP 40/2021, sebagian atau seluruh wilayah KEK dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pabean, untuk memperkuat pengawasan barang keluar-masuk.

Penetapan ini mempertimbangkan:
  • Jenis KEK (industri vs jasa),
  • Tahapan operasional KEK,
  • Jenis fasilitas (pembebasan atau penangguhan),
  • Kebutuhan gate in/gate out untuk logistik,
  • Akses jalan dan batas fisik kawasan.

Pengawasan dan Pelaporan

Semua kegiatan yang memanfaatkan fasilitas KEK harus dilaporkan secara berkala kepada otoritas terkait, dan diawasi langsung oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pelaku usaha wajib tunduk pada ketentuan pelaporan, pemindahtanganan barang, dan penggunaan fasilitas secara bertanggung jawab.

FAQ dan Info Selengkapnya

Silakan akses mengenai pertanyaan atau informasi lainnya:

image
Peta Situs Hubungi Kami