Hal-hal yang sering ditanyakan terkait Barang Penumpang
Pemberitahuan lisan adalah pemberitahuan yang dilakukan tanpa menggunakan dokumen tertulis. Pelaksanaan pemberitahuan secara lisan dilaksanakan dengan menyampaikan pemberitahuan barang bawaan kepada Petugas Bea dan Cukai yang bertugas menerima dokumen pemberitahuan pabean penumpang dan awak sarana pengangkut atau menerima barcode e-CD (saat ini biasa disebut Petugas RAO).
Penumpang menyampaikan kepada petugas penerima CD (Petugas RAO yang melakukan scan barcode e-CD) terkait barang bawaannya, misal:
Pemberitahuan lisan disampaikan oleh penumpang langsung (jika perorangan) atau diwakili oleh keluarga (jika seluruh anggota keluarga merupakan kelompok penumpang yang dapat memberitahukan pemberitahuan lisan).
Proses perekaman dilakukan oleh petugas pemeriksan fisik, setelah barang penumpang tersebut dilakukan permeriksaan fisik dan perlu dilakukan penetapan lebih lanjut oleh Pejabat Bea dan Cukai.
PMK mencoba memberikan kemudahan kepada beberapa kelompok penumpang agar mereka nyaman ketika melakukan membuat pemberitahuan pabean. Meskipun sehat, namun diusia tersebut umum nya sudah sedikit kesulitan untuk membuat pemberitahuan fisik atau elektronik.
Berdasarkan UU, disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama, yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh. Secara singkat, disabilitas adalah orang yang mengalami tuna daksa, tuna grahita, tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, amputasi, lumpuh, down syndrom, bipolar, dll.
Pemerintah memberikan fasilitas kepada jemaah haji yang terdaftar dalam kuota haji indonesia (haji reguler dan haji khusus) yang tercatat dalam Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) sedangkan haji furoda tidak masuk dalam kuota haji indonesia melainkan undangan dari pemerintah Arab Saudi.
Harapan kami jemaah haji akan cenderung fokus melaksanakan ibadah daripada melakukan jastip. Namun potensi tersebut tetap ada. DJBC akan melakukan monitor dari data bagasi barang bawaan, dari hasil pemeriksaan x-ray, atau informasi lainnya yang dihimpun oleh petugas bea dan cukai.
Ibadah haji berbeda dengan ibadah lainnya karena ditentukan waktunya, membutuhkan biaya yang sedikit, memiliki periode tunggu yang lama, dan waktu pelaksanaan ibadah yang panjang. Selain itu 1 orang umumnya hanya melaksanakan 1x ibadah seumur hidup dan setiap jemaah akan membawa oleh2 sebagai rasa syukur telah selesai melaksanakan ibadah yang berat tersebut. Karena karakteristik ibadahnya, Menteri Keuangan berinisiatif memberikan fasilitas yang berbeda dari fasilitas umumnya. Untuk haji reguler, karena membutuhkan waktu tunggu yang lama dan umumnya adalah masyarakat tidak mampu, maka diberikan pembebasan seluruhnya.
Berdasarkan PMK 34 Tahun 2025 Pasal 12 ayat (2), selama barang bawaan penumpang jemaah haji tersebut merupakan barang bawaan pribadi maka dapat diberikan pembebasan bea masuk sesuai ketentuan.
Berdasarkan data yang dihimpun waktu tunggu jemaah haji khusus itu 5-8 tahun, sehingga diasumsikan memiliki nilai yang cukup relevan sebesar FOB USD 2,500 (5x dari penumpang umum).
Jika yang dimaksud Petugas Haji, kelompok tersebut tidak mendapatkan relaksasi fiskal Jemaah Haji, namun masih diberikan relaksasi fiskal Barang Pribadi Penumpang dengan batas FOB USD 500.
SKP Barang Penumpang (Ditjen BC) dan sistem pendaftaraan Jemaah Haji (Ditjen PHU) sudah terintegrasi secara sistem. Penelitian subjek penerima fasiltas barang bawaan jemaah haji dilakukan oleh SKP.
PMK 34 Tahun 2025 hanya mengatur terkait ketentuan barang jemaah haji. Untuk umrah dan kegiatan keagamaan lainnya tidak diatur dalam ketentuan ini, sehingga jamaah umrah tetap mengikuti ketentuan barang penumpang umum.
Dikenakan tarif bea masuk 10% dan PPN 12%, dikecualikan dari BMT dan PPh. Untuk barang pribadi penumpang, nilai pabean dikurangi USD500, untuk barang pribadi jemaah haji khusus dikurangi USD2,500, dan untuk barang pribadi awak sarana pengangkut dikurangi USD50.
Berdasarkan Pasal 24 ayat (3) PMK 34 Tahun 2025, disampaikan untuk barang impor selain barang pribadi penumpang dikenakan tarif bea masuk 10%, PPN 12% dan PPh 5%, setelah penumpang memenuhi ketentuan impor mengenai barang larangan dan pembatasn yang diatur oleh K/L terkait.
PPh seharusnya dikenakan kepada suatu bentuk penghasilan yang diterima di dalam atau luar negeri. Untuk barang pribadi penumpang yang dasarnya adalah untuk digunakan secara pribadi (penumpang sebagai end user) seharusnya bukan merupakan objek dari PPh. Sedangkan untuk barang non pribadi dikenakan karena masih dapat menghasilkan keuntungan dari peralihan harta/barang yang dibawa.
Karena ada perubahan dalam PMK 81 Tahun 2024 yang sulit untuk dilaksanakan oleh petugas bea cukai di lapangan, akibat dari menghilangkan pengecualian dari pemungutan PPh barang penumpang dan awak sarana pengangkut yang diberikan pembebasan bea masuk.
Sesuai UU PPh Pasal 22 ayat (3), terhadap WP yang tidak memiliki NPWP, dikenakan tarif 100% lebih tinggi dibanding tarif yang diterapkan untuk WP yang memiliki NPWP. Sehingga untuk penumpang yang tidak memiliki NPWP, atas barang impornya (non-pribadi) masih dikenakan tarif 2 kali lipat dari tarif 5%.
Saat ini, berdasarkan PMK Nomor 81 Tahun 2024, atas barang yang dibawa penumpang dan awak sarana pengangkut dilakukan pemungutan PPh karena pengaturan pengecualian pemungutan PPh atas barang pribadi penumpang dan awak sarana pengangkut sampai dengan batas/nilai tertentu telah dicabut. Ketentuan PMK 81/2024 dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2025. Mengingat hal tersebut sangat sulit untuk diimplementasikan oleh petugas bea dan cukai maka diatur pengecualiannya dalam Pasal II ayat (1) PMK 34/2025.
Penumpang masuk ke Indonesia sebelum 6 Juni 2025 dan melakukan registrasi IMEI setelah tanggal 6 Juni 2025 (sampai 60 hari sejak tiba di Indonesia) di kantor pabean terdekat, maka seluruh pengaturan terkait pendaftaran IMEI dan pungutan BM & PDRI berlaku ketentuan tarif saat ini, dengan pertimbangan bahwa HKT tersebut terhutang bea masuk dan PDRI nya pada saat masuk ke Daerah Pabean bukan pada saat pembayaran bea masuk dan PDRI. Penumpang masuk ke Indonesia pada atau setelah 6 Juni 2025, maka pengaturan pendaftaran IMEI dan pungutan BM & PDRI mengikuti PMK 34 Tahun 2025.
Untuk CD pada kolom untuk pejabat bea dan cukai dalam hal barang pribadi penumpang Untuk PIBK pada bagian untuk pejabat bea dan cukai dalam hal barang pribadi penumpang dan/atau barang impor selain barang pribadi penumpang.